Kementerian Perhubungan memperketat syarat pengajuan maskapai baru.
"Kami akan perketat untuk permodalannya," kata Direktur Angkutan Udara,
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, Djoko
Murjatmodjo, saat ditemui di kantornya, Jumat, 1 Februari 2013.
Ia mengatakan bisnis transportasi udara merupakan bisnis yang high cost, high competition, high technology, dan high human resources. Oleh karena itu, para pelaku bisnis transportasi udara harus berhati-hati. Jika tidak, kejadian dipailitkannya maskapai seperti Batavia Air bisa terulang.
Menurut Djoko, batasan minimal permodalan tergantung jenis pesawat suatu maskapai. Untuk penerbangan tidak berjadwal, maskapai harus memiliki minimal satu pesawat dan mengoperasikan dua pesawat sewaan. Sedangkan untuk penerbangan berjadwal, maskapai wajib memiliki lima pesawat dan menyewa lima pesawat lain.
Ia menyebutkan Susi Air dan Lion Air sebagai contoh. Modal yang disetor Susi Air dengan pesawat senilai US$ 2,5 juta akan berbeda dari Lion Air yang memiliki pesawat seharga US$ 80 juta. Yang terpenting, menurut Kementerian, modal yang disetor minimal cukup untuk investasi dan kegiatan operasional selama setahun.
Ada beberapa maskapai baru yang akan beroperasi dalam waktu dekat. Batik Air saat ini sedang menunggu proses Air Operator's Certificate (AOC). Sementara Nam Air baru saja memasukkan usul perbaikan business plan kepada Kementerian Perhubungan. Dua maskapai lain, yaitu Jatayu Airlines dan Kartika Airlines, masih harus menyampaikan bukti setor modal.
Kementerian pun mencatat ada investor asing yang tertarik dengan bisnis penerbangan di Indonesia. "Dari Singapura, Hong Kong, Malaysia, dan Eropa," kata Djoko. Namun, sejauh ini belum ada satu pun dari mereka yang mengajukan permohonan kepada Kementerian Perhubungan.
Ia mengatakan bisnis transportasi udara merupakan bisnis yang high cost, high competition, high technology, dan high human resources. Oleh karena itu, para pelaku bisnis transportasi udara harus berhati-hati. Jika tidak, kejadian dipailitkannya maskapai seperti Batavia Air bisa terulang.
Menurut Djoko, batasan minimal permodalan tergantung jenis pesawat suatu maskapai. Untuk penerbangan tidak berjadwal, maskapai harus memiliki minimal satu pesawat dan mengoperasikan dua pesawat sewaan. Sedangkan untuk penerbangan berjadwal, maskapai wajib memiliki lima pesawat dan menyewa lima pesawat lain.
Ia menyebutkan Susi Air dan Lion Air sebagai contoh. Modal yang disetor Susi Air dengan pesawat senilai US$ 2,5 juta akan berbeda dari Lion Air yang memiliki pesawat seharga US$ 80 juta. Yang terpenting, menurut Kementerian, modal yang disetor minimal cukup untuk investasi dan kegiatan operasional selama setahun.
Ada beberapa maskapai baru yang akan beroperasi dalam waktu dekat. Batik Air saat ini sedang menunggu proses Air Operator's Certificate (AOC). Sementara Nam Air baru saja memasukkan usul perbaikan business plan kepada Kementerian Perhubungan. Dua maskapai lain, yaitu Jatayu Airlines dan Kartika Airlines, masih harus menyampaikan bukti setor modal.
Kementerian pun mencatat ada investor asing yang tertarik dengan bisnis penerbangan di Indonesia. "Dari Singapura, Hong Kong, Malaysia, dan Eropa," kata Djoko. Namun, sejauh ini belum ada satu pun dari mereka yang mengajukan permohonan kepada Kementerian Perhubungan.
http://www.tempo.co