HIPOKSIA adalah kumpulan gejala yang bersifat mendadak/akut yang ditimbulkan oleh jumlah oksigen yang tidak cukup pada jaringan tubuh akibat penurunan tekanan parsial oksigen dalam udara pernafasan. Gejala hipoksia yang dialami setiap orang berbeda-beda. Ada yang muncul secara objektif dan ada pula yang muncul secara subjektif. Gejala subjektif terdiri dari sensasi kekurangan udara/haus akan udara; ketakutan/panik, nyeri kepala dan pusing, fatique/kelelahan, nausea/mual, blurred vision dan tunnel vision/ penglihatan menjadi buram dan menyempit seperti masuk dalam terowongan.
Sedangkan gejala objektif antara lain bagian tubuh, terutama tangan, kaki dan wajah menjadi kebiruan; kehilangan koordinasi gerakan dari otot, mental confusion dan poor judgement, dan unconsciousness/kehilangan kesadaran. Lalu bagaimana caranya air crew, khususnya pilot dapat mengetahui bahwa dia telah terkena hipoksia, sehingga sesegera mungkin dapat mengatasi agar tidak berakibat fatal? Agar para pilot mengetahui gejala hipoksia, mereka bisa melakukannya lewat latihan di ruang udara bertekanan rendah (RUBR) atau yang dikenal dengan Hipobarik Chamber Training.
Tujuan dari pelatihan ini adalah agar para pilot/penerbang mengenali gejala-gejala hipoksia ringan. Dengan mengenalinya sedini mungkin, maka para pilot dapat mengatasi gejala itu dengan segera. Banyak hal yang dapat mempengaruhi hipoksia terutama yang memperberat terjadinya hipoksia, antara lain saat pesawat mengudara terlalu cepat, minum alkohol dan merokok, anemia, kelelahan/fatique, olahraga fisik yang berlebihan, stres dan beban kerja berlebihan, dan kedinginan. Para kru dan pilot penting untuk mengetahui tentang hipoksia dan bagaimana mengatasinya, karena banyak kasus kecelakaan pesawat sipil, karena pilot tidak menyadari/mengetahui kalau dirinya mengalami hipoksia. Jika hipoksia datang, pilot harus segera menggunakan masker oksigen. Pilot sebaiknya segera menurunkan pesawatnya ke ketinggian yang aman/normal/fisiologis/ketinggian, sehingga penumpang dapat bernapas seperti biasa. Ketinggian yang aman yaitu di bawah 10.000 feet.
Kasus Kecelakaan
Berikut ini contoh kasus kecelakaan pesawat terbang di mana pilotnya mengalami hipoksia namun dia tidak menyadarinya.
Helios Airways flight 522 Boeing 737-300. Pesawat ini berangkat dari Larnaca, Cyprus menuju Athena dan akan meneruskan penerbangannya ke Praha. Sebelum take off, kru tidak mengeset pressurization/kabin bertekanan ke posisi tombol AUTO. Beberapa menit setelah tinggal landas cabin altitude horn atau warning menyaladisebabkan oleh masalah tekanan di kabin/presurisation. Namun awakkokpit telah salah mengidentifikasikan sebagai take off configuration warning.
Ketika Cabin Altitude mencapai 14.000 feet oxygen mask di cabin deploy, dan pada saat yang bersamaan XY ON (oksigen aktif) warning light juga menyala di overhead panel. Saat itu pilot berusaha menghubungi mekanik melalui radio. Beberapa detik selanjutnya master caution warning menyala memberikan sinyal kepada pilot bahwa terjadi sesuatu abnormal pada sistem pressurization.
Beberapa saat kemudian pilot memanggil mekanik melalui radio dan memberitahukan kalau Ventilation Fan pada posisi OFF. Hal tersebut menunjukkan pilot telah terkena hipoksia, karena Boeing 737 tidak memiliki ventilation fan light.
Mekanik meminta pilot mengulangi messagenya, yang dijawab oleh bahwa equipment cooling light pada posisi OFF yang menunjukkan kebingungan pilot yang dijawab oleh mekanik: “Hal ini normal, tolong sebutkan masalah Anda captain!” Ketika pesawat memasuki airspace Yunani, Helios 522 tidak melakukan komunikasi dengan ATC yang memaksa airforce Yunani mengirimkan dua buah F-16 fighter untuk melihat keadaan Helios Flight 522.
Kedua pilot F-16 pada jarak yang dekat bisa melihat bahwa pesawat terbang dengan autopilot, sedangkan copilot bersandar lemas di kursinya tdak bergerak sama sekali, sementara captain tidak berada di seatnya. Beberapa saat kemudian pilot F-16 melihat seorang flight attendant memasuki cockpit dan duduk di seat captain berusaha mengambil alih kontrol pesawat 737-300 tersebut. Dengan bahasa isyarat pilot F-16 bertanya apakah pramugara tersebut bisa menerbangkan pesawat yang dijawab dengan menggelengkan kepala.
Beberapa menit kemudian karena pesawat kehabisan fuel menyebabkan kedua
mesin 737-300 Helios Flight 522 mati, selanjutnya pesawat mulai descent/turun. Sang pramugara berusaha untuk menggerakkan alat kemudi, namun pesawat terus turun menabrak bumi dan meledak. Pada saat itu tampaknya semua penumpang dan kru pingsan (unconsciousness).
Sumber : dr. Yuliana (Flight Surgeon) — Tabloid Aviasi Februari 2012
Sedangkan gejala objektif antara lain bagian tubuh, terutama tangan, kaki dan wajah menjadi kebiruan; kehilangan koordinasi gerakan dari otot, mental confusion dan poor judgement, dan unconsciousness/kehilangan kesadaran. Lalu bagaimana caranya air crew, khususnya pilot dapat mengetahui bahwa dia telah terkena hipoksia, sehingga sesegera mungkin dapat mengatasi agar tidak berakibat fatal? Agar para pilot mengetahui gejala hipoksia, mereka bisa melakukannya lewat latihan di ruang udara bertekanan rendah (RUBR) atau yang dikenal dengan Hipobarik Chamber Training.
Tujuan dari pelatihan ini adalah agar para pilot/penerbang mengenali gejala-gejala hipoksia ringan. Dengan mengenalinya sedini mungkin, maka para pilot dapat mengatasi gejala itu dengan segera. Banyak hal yang dapat mempengaruhi hipoksia terutama yang memperberat terjadinya hipoksia, antara lain saat pesawat mengudara terlalu cepat, minum alkohol dan merokok, anemia, kelelahan/fatique, olahraga fisik yang berlebihan, stres dan beban kerja berlebihan, dan kedinginan. Para kru dan pilot penting untuk mengetahui tentang hipoksia dan bagaimana mengatasinya, karena banyak kasus kecelakaan pesawat sipil, karena pilot tidak menyadari/mengetahui kalau dirinya mengalami hipoksia. Jika hipoksia datang, pilot harus segera menggunakan masker oksigen. Pilot sebaiknya segera menurunkan pesawatnya ke ketinggian yang aman/normal/fisiologis/ketinggian, sehingga penumpang dapat bernapas seperti biasa. Ketinggian yang aman yaitu di bawah 10.000 feet.
Kasus Kecelakaan
Berikut ini contoh kasus kecelakaan pesawat terbang di mana pilotnya mengalami hipoksia namun dia tidak menyadarinya.
Helios Airways flight 522 Boeing 737-300. Pesawat ini berangkat dari Larnaca, Cyprus menuju Athena dan akan meneruskan penerbangannya ke Praha. Sebelum take off, kru tidak mengeset pressurization/kabin bertekanan ke posisi tombol AUTO. Beberapa menit setelah tinggal landas cabin altitude horn atau warning menyaladisebabkan oleh masalah tekanan di kabin/presurisation. Namun awakkokpit telah salah mengidentifikasikan sebagai take off configuration warning.
Ketika Cabin Altitude mencapai 14.000 feet oxygen mask di cabin deploy, dan pada saat yang bersamaan XY ON (oksigen aktif) warning light juga menyala di overhead panel. Saat itu pilot berusaha menghubungi mekanik melalui radio. Beberapa detik selanjutnya master caution warning menyala memberikan sinyal kepada pilot bahwa terjadi sesuatu abnormal pada sistem pressurization.
Beberapa saat kemudian pilot memanggil mekanik melalui radio dan memberitahukan kalau Ventilation Fan pada posisi OFF. Hal tersebut menunjukkan pilot telah terkena hipoksia, karena Boeing 737 tidak memiliki ventilation fan light.
Mekanik meminta pilot mengulangi messagenya, yang dijawab oleh bahwa equipment cooling light pada posisi OFF yang menunjukkan kebingungan pilot yang dijawab oleh mekanik: “Hal ini normal, tolong sebutkan masalah Anda captain!” Ketika pesawat memasuki airspace Yunani, Helios 522 tidak melakukan komunikasi dengan ATC yang memaksa airforce Yunani mengirimkan dua buah F-16 fighter untuk melihat keadaan Helios Flight 522.
Kedua pilot F-16 pada jarak yang dekat bisa melihat bahwa pesawat terbang dengan autopilot, sedangkan copilot bersandar lemas di kursinya tdak bergerak sama sekali, sementara captain tidak berada di seatnya. Beberapa saat kemudian pilot F-16 melihat seorang flight attendant memasuki cockpit dan duduk di seat captain berusaha mengambil alih kontrol pesawat 737-300 tersebut. Dengan bahasa isyarat pilot F-16 bertanya apakah pramugara tersebut bisa menerbangkan pesawat yang dijawab dengan menggelengkan kepala.
Beberapa menit kemudian karena pesawat kehabisan fuel menyebabkan kedua
mesin 737-300 Helios Flight 522 mati, selanjutnya pesawat mulai descent/turun. Sang pramugara berusaha untuk menggerakkan alat kemudi, namun pesawat terus turun menabrak bumi dan meledak. Pada saat itu tampaknya semua penumpang dan kru pingsan (unconsciousness).
Sumber : dr. Yuliana (Flight Surgeon) — Tabloid Aviasi Februari 2012