Maskapai Penerbangan Pailit, Konsumen Yang Jadi Korban


Kasus kepailitan PT Metro Batavia menyebabkan kerugian bagi para konsumen. Hal itu terjadi karena Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan tidak berpihak kepada nasib para konsumen, terutama yang telah memegang tiket Batavia Air. 

Demikian dikemukakan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, dalam konferensi pers bertema "Nasib Konsumen Batavia Pasca Pailit", di Jakarta, Jumat (1/2/2013).

"Belajar dari kasus yang sama dan pernah terjadi, penutupan operasi suatu maskapai selalu menempatkan konsumen sebagai korban," ujarnya.

Menurut Sudaryatmo, dalam UU No 37/ 2004 tentang Kepailitan itu, tanggung jawab ganti rugi yang pertama harus diselesaikan adalah kreditur separatis, kreditur preferen, dan kreditur konkuren.

Dalam UU tersebut, para konsumen pemegang tiket berada di posisi yang paling rendah, yaitu kreditur konkuren. "Ada kemungkinan para konsumen hanya menerima bekasnya dalam ganti rugi tersebut, bahkan tidak diganti," tuturnya.

Oleh karena itu, Sudaryatmo mengatakan, sudah waktunya Kementerian Perhubungan menerapkan klasifikasi kesehatan untuk setiap perusahaan maskapai penerbangan. Perlu ada kejelasan jika ada maskapai yang tidak sehat harus diberi pengawasan khusus dan pembatasan kegiatan usaha sebelum maskapai itu ditutup atau berhenti beroperasi.

Reformasi hukum kepailitan perlu ada pendekatan yang berbeda, khususnya dalam menangani perkara kepailitan untuk perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan publik.

"Jasa penerbangan harus mulai meniru sektor keuangan, utamanya Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Dalam menentukan kepailitan suatu perusahaan penerbangan, harus ada keputusan dan persetujuan yang jelas dari Kementerian Perhubungan," ujar Sudaryatmo.

Ia mengungkapkan, jika suatu perusahaan maskapai penerbangan tidak sehat, seharusnya mereka tidak lagi melakukan penjualan tiket. Mereka juga harus segera memberikan pemberitahuan kepada para calon konsumennya mengenai status perusahaan mereka. "Dengan begitu, tidak akan ada konsumen yang telah memegang tiket yang bakal dirugikan," ungkapnya.

Selain itu, Sudaryatmo menyatakan, sikap Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat yang memutuskan pailit kepada PT Metro Batavia pada hari Rabu (30/1/2013) dan Batavia Air berhenti operasi pada Kamis (31/1/2013) tidak tepat. Adapun kurator yang baru akan bekerja pada Senin (4/1/2013).

"Hal itu menyebabkan terjadinya kekosongan pengambil keputusan dari Batavia Air sehingga nasib para konsumen semakin menjadi tidak jelas," katanya.

Menurut Sudaryatmo, pihak Batavia Air bisa dituntut karena melakukan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 16 tentang Perlindungan Konsumen.

"Sesuai juncto Pasal 62 Ayat 2, para pengusaha yang tidak memenuhi atau melanggar hak konsumen bisa dipidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta," katanya.

YLKI akan berusaha sebisanya untuk masuk ke ranah hukum memperjuangkan nasib para konsumen yang telah memiliki tiket. "Diharapkan di masa yang akan datang tidak akan lagi terjadi kasus serupa," ujar Sudaryatmo.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...