Anggota Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat, Yudi Widiana Adia, mendesak maskapai penerbangan Batavia Air untuk membayar kembali tiket penerbangan penumpang yang sudah telanjur terbeli. "Batavia harus menyelesaikan tanggung jawabnya kepada penumpang, dan hal ini harus dilakukan secepatnya," kata Yudi kepada wartawan di kompleks parlemen Senayan, Kamis, 31 Januari 2013.
Hal tersebut, kata Yudi, diatur dalam Undang-Undang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara. Kedua aturan tersebut mewajibkan maskapai menerbangkan penumpang yang membeli tiket dan mengembalikan dana pembelian tiket jika penerbangan dibatalkan.
"Penumpang sudah membayar tiket, sehingga mereka berhak atas pelayanan yang baik dari Batavia," kata Yudi. Oleh sebab itu, lanjutnya, Batavia harus menyiapkan handling customer complain untuk crisis center di setiap bandara yang masuk alam rute penerbangan Batavia.
Ia juga mendesak Kementerian Perhubungan untuk menginstruksikan Batavia mendirikan crisis center tersebut. Dengan demikian, Batavia benar-benar mendirikan crisis center secepatnya agar calon penumpang tidak telantar.
Terkait pemberitaan mengenai penelantaran penumpang oleh manajemen Batavia, Yudi mengatakan, hal itu sangat disesalkan. Yudi mengatakan, seharusnya pembatalan penerbangan diberitahukan kepada calon penumpang paling lambat tujuh hari sebelum tanggal penerbangan sesuai Peraturan Menteri Perhubungan tentang Pembatalan Penerbangan.
"Kami memaklumi pembatalan mendadak penerbangan Batavia karena adanya putusan pailit. Namun, bukan berarti Batavia boleh menelantarkan penumpang," kata Yudi. Ia menilai Batavia tidak memiliki alasan agar tidak membayar ganti rugi karena setiap maskapai telah diasuransikan.
Dalam kesempatan itu, Yudi juga mengkritik Kementerian Perhubungan yang ia nilai tidak responsif dalam menangani kasus Batavia. Menurut dia, jika pengawasan dan pembinaan terhadap maskapai nasional, khususnya terhadap maskapai nasional yang bermasalah, dilakukan jauh hari, penelantaran penumpang tersebut tidak akan terjadi.
Ia mengatakan, Komisi Perhubungan pernah mengingatkan Direktorat Hubungan Udara saat kasus penghentian operasi Mandala Air mencuat pada 2011 lalu. Saat itu, lanjutnya, Komisi Perhubungan sudah mengingatkan Kementerian Perhubungan untuk mengevaluasi maskapai penerbangan nasional agar tidak ada masalah penelantaran penumpang. "Tetapi hal itu belum berjalan dengan baik," kata Yudi.
Sebelumnya, Batavia Air dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta dan tidak diizikan menerbangkan penumpang mulai 31 Januari 2013. Ratusan penumpang dilaporkan telantar dan hanya bisa menunggu tanpa kejelasan atas nasib tiket yang telanjur mereka beli.
Hal tersebut, kata Yudi, diatur dalam Undang-Undang Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara. Kedua aturan tersebut mewajibkan maskapai menerbangkan penumpang yang membeli tiket dan mengembalikan dana pembelian tiket jika penerbangan dibatalkan.
"Penumpang sudah membayar tiket, sehingga mereka berhak atas pelayanan yang baik dari Batavia," kata Yudi. Oleh sebab itu, lanjutnya, Batavia harus menyiapkan handling customer complain untuk crisis center di setiap bandara yang masuk alam rute penerbangan Batavia.
Ia juga mendesak Kementerian Perhubungan untuk menginstruksikan Batavia mendirikan crisis center tersebut. Dengan demikian, Batavia benar-benar mendirikan crisis center secepatnya agar calon penumpang tidak telantar.
Terkait pemberitaan mengenai penelantaran penumpang oleh manajemen Batavia, Yudi mengatakan, hal itu sangat disesalkan. Yudi mengatakan, seharusnya pembatalan penerbangan diberitahukan kepada calon penumpang paling lambat tujuh hari sebelum tanggal penerbangan sesuai Peraturan Menteri Perhubungan tentang Pembatalan Penerbangan.
"Kami memaklumi pembatalan mendadak penerbangan Batavia karena adanya putusan pailit. Namun, bukan berarti Batavia boleh menelantarkan penumpang," kata Yudi. Ia menilai Batavia tidak memiliki alasan agar tidak membayar ganti rugi karena setiap maskapai telah diasuransikan.
Dalam kesempatan itu, Yudi juga mengkritik Kementerian Perhubungan yang ia nilai tidak responsif dalam menangani kasus Batavia. Menurut dia, jika pengawasan dan pembinaan terhadap maskapai nasional, khususnya terhadap maskapai nasional yang bermasalah, dilakukan jauh hari, penelantaran penumpang tersebut tidak akan terjadi.
Ia mengatakan, Komisi Perhubungan pernah mengingatkan Direktorat Hubungan Udara saat kasus penghentian operasi Mandala Air mencuat pada 2011 lalu. Saat itu, lanjutnya, Komisi Perhubungan sudah mengingatkan Kementerian Perhubungan untuk mengevaluasi maskapai penerbangan nasional agar tidak ada masalah penelantaran penumpang. "Tetapi hal itu belum berjalan dengan baik," kata Yudi.
Sebelumnya, Batavia Air dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta dan tidak diizikan menerbangkan penumpang mulai 31 Januari 2013. Ratusan penumpang dilaporkan telantar dan hanya bisa menunggu tanpa kejelasan atas nasib tiket yang telanjur mereka beli.
sumber : DPR Desak Batavia Air Ganti Tiket Penumpang -http://www.tempo.co